VIVA – Publik gaduh karena sejumlah anggaran Pemerintah Provinsi DKI yang dianggap janggal. Anggaran itu tercantum dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2020. Satu di antara yang membikin heboh ialah anggaran sebesar Rp82 miliar untuk pembelian lem Aibon.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut kasus itu bukanlah upaya rekayasa anggaran, melainkan konsekuensi sistem e-budgeting atau sistem penyusunan anggaran secara elektronik. Secara umum, katanya, sistem itu mengharuskan besaran anggaran terlebih dahulu diinput di sistem, sementara komponen riilnya belakangan.
Dia mencontohkan anggaran tahun 2017 yang terdapat alokasi anggaran Rp53 miliar untuk pembelian penghapus papan tulis tetapi kenyataannya dipakai untuk honorarium. Sistem itu memaksa para perencana memasukkan komponen meski belum tentu komponennya sudah ada.
Anies menyebut sistem e-budgeting yang digital tetapi kenyataannya tak benar-benar canggih alias smart, terutama karena tidak ada sistem pengecekan untuk anggaran-anggaran yang dapat dianggap janggal atau tak masuk akal.